MAKALAH
“Pendidikan Karakter Untuk Generasi Masa
Kini”
Oleh :
Nur Ainun Najah
Universitas
Muhammadiyah Malang
Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu
Komunikasi
Juni 2014
Kata Pengantar
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas
penulis ucakan kepada Allah STW, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa
menyelesaikan sebuah karya tulis berjudul "Pendidikan Karakter Untuk
Generasi Masa Kini"
Makalah ini dibuat dengan mengacu pada berbagai sumber sehingga insyaallah dapat menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua
Makalah ini dibuat dengan mengacu pada berbagai sumber sehingga insyaallah dapat menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua
Lamongan
,15 Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
…………………………………………………………….. i
Daftar Isi
…………………………………………………………………… ii
Bab I
PENDAHULUAN
………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………..... 2
1.3 Tujuan Masalah …………………………………………………... 2
Bab
II PEMBAHASAN ………………………………………………….. 3
2.1 Pengertian Pendidikan Karakter ………………………………........ 3
2.2 Pendidikan Karakter Dalam
Pandangan Islam...…………………....
4
2.3 Fungsi Pendidikan Karakter untuk Mengatasi Kenakalan Remaja... 9
2.4 Nilai-Nilai Dalam Pendidikan
Karakter............................................. 10
Bab III
PENUTUP ………………………………………………………. 13
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………….. 13
3.2 Saran ………………………………………………………………. 13
Daftar Pustaka ……………………………………………………………….14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai
media yang sangat
ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi
lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-menerus dibangun dan
dikembangkan agar dari proses pelaksanaannya menghasilkan generasi yang
diharapkan.
Demikian pula
dengan pendidikan di negeri tercinta ini. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi
bangsa yang bodoh dan terbelakang, terutama dalam menghadapi zaman yang terus
berkembang di era kecangihan teknologi dan komunikasi. Maka, perbaikan sumber
daya manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus
diupayakan melalui proses pendidikan.
Namun ternyata
pada kenyataannya pendidikan saja dirasa belum cukup bila meninjau pada
cerminan akhlaq generasi masa kini, pendidikan formal yang banyak menciptakan
keunggulan dalam intelektualitas tiap individu tidak berbanding lurus dengan akhlaq
yang unggul pula.
Banyak generasi
muda yang hebat dengan intelektualitas tinggi yang tak memiliki keanggunan
moral dalam kehidupannya, sehingga potensi yang dimiliki seringkali berbelok
kepada hal hal yang negatif. Dimana kehebatan dalam diri individu tersebut
seringkali tersia sia atau bahkan digunakan untuk menyakiti bahkan menindas
orang lain.
Oleh karena
itu, pada era ini sangat diperlukan adanya pendidikan karakter untuk tiap
individunya. Guna mengarahkan potensi yang dimiliki menuju jalan yang lebih
baik dan bermanfaat. Sehingga, akan seimbang antara intelektual hebat dengan
moral yang mulia untuk penerapan potensi diri yang dimiliki . dengan demikian
akan tercipta generasi muda yang unggul intelektualitas dan anggun
moralitasnya.
1.2
Rumusan Masalah
Penulis telah
menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan
dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya
tulis ini antara lain:
·
Apa pengertian dari pendidikan karakter ?
·
Bagaimana pandangan islam mengenai pendidikan
karakter ?
·
Bagaimana fungsi dari Pendidikan karakter untuk
menanggulangi permasalahan kenakalan remaja ?
·
Apa saja nilai-nilaiyang ada dalam pendidikan
karakter ?
1.3
Tutujuan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
·
Untuk mengetahui tentang apa itu pendidikan
karakter.
·
Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam
terhadap pendidikan karakter.
·
Untuk mengetahui apa saja fungsi dari
pendidikan karakter dalam menanggulangi permasalahan kenakalan remaja.
·
Untuk mengetahui apa saja nilai yang terdapat
dalam pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam
masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana, prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana, prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
“Pendidikan karakter yang
utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang
cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi
perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan
perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan
manusiawi.”(Doni Koesoema A.Ed)
karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan
sifat-sifat yang relatif
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter, Ada
18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi,
Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat
Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta
Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
2.2 Pendidikan Karakter
Dalam Pandangan Islam
Generasi islam masa kini sangat berbeda dengan
para pendahulunya, generasi masa kini cenderung lebih suka dengan gaya hidup
kaum barat yang lebih banyak membawa sisi negatif bagi diri mereka, banyak
sekali aspek kehidupan kaum generasi masa kini yang sudah melenceng jauh dari
norma-norma yang ada, baik dari segi penampilan, cara berkomunikasi, cara
berinteraksi antara satu dengan yang lain, hingga gaya hidup mereka yang
cenderung menuju kepada gaya hidup hedonisme. Sudah sangat jarang dapat kita
temui generasi islam masa kini yang akhlaq atau tingkah lakunya sesuai dengan
norma-norma yang ada ,Oleh sebab itu pada masa ini pendidikan karakter dirasa
sangat penting dan sangat diperlukan oleh para generasi kita.
Adapun program pendidikan karakter yang baik
seyogyanya memenuhi enam prinsip pendidikan akhlaq, yaitu:
Ø Menjadikan Allah Sebagai Tujuan
Perbedaan
mendasar antara masyarakat sekular dengan Islam terletak pada cara memandang
Tuhan. Masyarakat sekular hanya mengimani “ide ketuhanan” karena ide ini
berpengaruh baik bagi perilaku manusia. Mereka tidak ambil pusing apakah yang
diimani benar-benar wujud atau sekedar khayalan . Sebuah penelitian
menunjukkan, 80% responden menyatakan bahwa mencuri tetap salah sekalipun
diperintahkan Tuhan , Kaum secular mengurung agama dalam interpretasi
kemanusiaan.
Islam mengimani
Allah sebagai Tuhan yang wujud sehingga ketaatan kepadaNya menjadi mutlak.
Islam bukanlah agama sekular yang memasung agama dalam dinding kehidupan
privat. Agama tidak diakui sekedar diambil manfaatnya. Agama merupakan penuntun
kehidupan dunia menuju keridhaan Allah. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” [QS. al-Dzaariyaat 56]
Keridhaan Allah merupakan kunci sukses kehidupan. Ilmu, kecerdasan, maupun
rizki hanya mungkin dicapai apabila Allah menganugerahkannya kepada manusia .
Untuk menggapai
Ø Memperhatikan Perkembangan Akal Rasional
Perilaku
manusia dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahamannya tentang hidup .
Pendidikan karakter tidak akan membawa kesuksesan apabila murid tidak memahami
makna-makna perilaku dalam kehidupannya. Untuk itu, Islam sangat menekankan
pendidikan akal. Allah Swt menyebutkan keutamaan orang-orang yang berpikir dan
mempunyai ilmu dalam berbagai ayat, salah satunya adalah QS. at-Thariq [86]
ayat 5 (yang artinya): Maka hendaklah manusia memperhatikan (sehingga
memikirkan konsekuensinya) dari apakah dia diciptakan?
Akal adalah
alat utama untuk mencapai keimanan. Akal harus diasah dengan baik sehingga
manusia memahami alasan perilaku baiknya.
Pada tahap awal
pendidikan, anak-anak memerlukan doktrinasi. Orang tua tidak boleh membiarkan
mereka memukul teman atau bermain api walaupun mereka belum memahami alasan
pelarangan itu. Namun, sejalan dengan usia, akal manusia mulai mempertanyakan
alasan rasional. Keingintahuan ini tidak boleh diabaikan. Salah satu cara untuk
mengasah akal adalah dengan perumpamaan dan dialog (Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan
Anak Dalam Islam, 1995). Rasulullah Saw sering melakukan dialog
dengan para sahabatnya dalam rangka mengasah kemampuan akal mereka. Salah
satunya tergambar dalam hadist berikut: “Apakah pendapat kalian, jika sebuah sungai berada
di depan pintu salah satu dari kalian, sehingga ia mandi darinya sehari lima
kali; apakah akan tersisa kotoran pada badannya?” Para sahabat menyahut, “Tidak
sedikit pun kotoran tersisa pada badannya.” Nabi
melanjutkan,
“Demikianlah seperti shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus
kesalahan-kesalahan.” [HR.
Muslim]
Dialog antara
pendidik dan anak didik harus selalu dipelihara. Pendidik harus cerdas sehingga
mampu mengimbangi pertanyaan-pertanyaan dari anak didik. Pendidik memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk memikirkan persoalan yang dihadapi dan
mengarahkannya pada solusi Islam.
Ø Memperhatikan Perkembangan Kecerdasan Emosi
Perilaku
manusia banyak terpengaruh oleh kecenderungan emosinya , Pendidikan karakter
yang baik memperhatikan pendidikan emosi, yaitu bagaimana melatih emosi anak
agar dapat berperilaku baik. Penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan
karakter yang efektif harus disertai dengan pendidikan emosi .
Pembangunan
kecerdasan emosi juga Rasulullah Saw lakukan melalui upaya meningkatkan
kedekatan hamba kepada Allah Swt. Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi: “Jika
seorang hamba bertaqarrub kepadaKu sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Jika ia
mendekatiKu sehasta, Aku medekatinya sedepa. Jika ia mendekatiKu dengan
berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari.” (Shahih
Bukhari)
Kecerdasan
emosi anak didik harus mendapatkan perhatian. Emosi anak yang ditekan dapat
menjadikan anak tumbuh sebagai individu yang masa bodoh . Kehebatan akal yang
tidak didukung dengan kecerdasan emosi menyebabkan manusia melakukan tindakan
spontan yang bertentangan dengan rasional dan nilai-nilai akhlaq.
Ø Praktik Melalui Keteladanan dan Pembiasaan
Lingkungan
masyarakat yang mempraktikkan akhlaqul karimah merupakan bentuk keteladanan dan
pembiasaan terbaik. Penelitian menyebutkan bahwa perilaku anak lebih ditentukan
oleh lingkungannya daripada kondisi internal si anak . Keteladanan dan
pembiasaan merupakan faktor utama dalam mengasah kecerdasan emosi .
Dalam mendidik
karakter umat Islam, Rasulullah Saw menjadikan dirinya suri teladan terlebih
dahulu sebelum menuntut umatnya mempraktikkannya. Prinsip inilah yang harus
dipegang teguh oleh para pendidik. Bahkan, para teladan harus menunjukkan
kebaikan yang lebih besar dari apa yang dituntut atas anak-anak sehingga
anak-anak menjadi lebih termotivasi dalam menjalankan kebaikan.
Dalam kehidupan
sehari-hari, Rasulullah Saw selalu berpegang teguh kepada perilaku terpuji
sesuai ajaran Islam, sehingga Aisyah ra. menyatakan: “Akhlaq
Rasulullah Saw adalah (sesuai) al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw
memberikan keteladanan sekaligus membiasakan perbuatan baik melalui penerapan
Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Larangan zina, misalnya, didukung dengan
langkah-langkah untuk menjauhkan manusia dari berzina, seperti larangan untuk
berdua-duaan, kewajiban untuk menutup aurat, serta pelaksanaan hukuman bagi
pelaku zina.
Ø Memperhatikan Pemenuhan Kebutuhan Hidup
Karakter tidak
dapat dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Seseorang yang
beristri lebih mudah untuk menghalau keinginan berzina daripada mereka yang
membujang. Seseorang yang kenyang akan terhindar dari mencuri makanan. Tindakan
kriminalitas sering terjadi akibat tekanan kebutuhan.
Islam
memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat. Apabila
seseorang tidak mampu mendapatkan pekerjaan sendiri, maka negara wajib
menyediakan lapangan pekerjaan untuknya. Apabila seseorang tidak mampu bekerja
(cacat, tua, gila, dsb) maka Islam mewajibkan keluarganya untuk menanggung
hidupnya. Apabila keluarganya tidak mampu atau tidak memiliki keluarga, maka
Islam mewajibkan negara untuk mengurusi segala keperluannya serta jaminan atas
kebutuhan dasar hidup memberikan rasa aman bagi tiap-tiap individu dalam
masyarakat.
Masyarakat tidak lagi perlu khawatir biaya
sekolah anak cucunya sehingga menumpuk harta melebihi kebutuhannya, bahkan
dengan cara-cara tidak halal. Masyarakat lebih rela mengantri apabila ada
jaminan bahwa mereka yang mengantri tidak akan kehabisan sembako, tiket, atau
kursi. Penumpang pesawat terbang bersedia mengantri dengan tertib
karena jatah
kursinya sudah terjamin. Penumpang kereta ekonomi tidak mau mengantri karena
mereka harus berebut kursi.
Ø Menempatkan Nilai Sesuai Prioritas
Pendidikan
karakter seringkali tidak efektif karena ada perbedaan prioritas dalam
memandang nilai. Ada seorang inividu laki-laki sekolah menengah trauma ke
sekolah akibat digundul secara paksa oleh gurunya. Perbedaan persepsi rambut
panjang bahkan pernah berujung menjadi tawuran antara orang tua murid dengan
guru
Islam memiliki
konsep prioritas perbuatan, yang terbagi dalam 5 (lima) kategori, yaitu wajib,
sunnah, mubah, makruh, dan haram. Penilaian moralitas tidak terlepas dari
kelima tingkatan prioritas ini. Islam tidak melarang laki-laki berambut panjang,
namun mewajibkan merapikan dan menjaga kebersihannya .
Pendidik wajib
mengetahui kedudukan tiap-tiap perbuatan sebelum mengambilnya sebagai aturan
kedisiplinan. Dalam wilayah yang sunnah, mubah, dan makruh, apabila ada hal
yang ingin dijadikan aturan kedisiplinan, maka pendidik harus mengkomunikasikan
dan mengikutsertakan anak-anak dalam membuat keputusan sehingga mereka
memaklumi manfaat aturan tersebut bagi kelangsungan komunitas dan
menjalankannya secara bersungguh-sungguh.
2.3 Fungsi Pendidikan Karakter Untuk
Mengatasi Kenakalan Generasi
Pada dasarnya kenakalan generasi
menunjuk pada suatu bentuk perilaku generasi yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93)
mengatakan generasi yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial.
Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah
masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu
kelainan dan disebut “kenakalan”.
Menurutt Buchori (Muslich, 2011 ) fungsi
pendidikan karakter terdiri atas tiga fungsi yaitu :
1.
Fungsi rehabilitasi
fungsi rehabilitasi merupakan upaya memperbaiki perilaku yang tidak baik
menjadi baik.
2. Fungsi pengembangan
fungsi pengembangan yaitu upaya upaya
meningkatkan kemampuan seorang individu dengan memberikan pelayanan yang baik.
3. Fungsi antisipasi
fungsi antisipasi yaitu pendidikan
karakter berfungsi sebagai pembentuk karakter generasi sehingga mampu
membedakan perilaku yang tidak baik menjadi baik.
pada fungsi rehabilitasi, indikator pendidikan
karakter dapat dikatakan mengatasi kenakalan generasi yaitu
1. pendidikan karakter yang diterapkan
berdampak pada pengurangan jumlah anak yang melakukan kanakalan generasi
2. terjadi perubahan perilaku anak yang
berperilaku negatif menjadi lebih baik
3. generasi memahami segala peraturan yang
berlaku disekelilingnya
4. pandangan generasi terhadap hukum atau
aturan disekelilingnya menjadi positif
Dari penjelasan di atas maka dapat di artikan
bahwa Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Kemudian fungsi pendidikan karakter adalah mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,
kemudian memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.
2.4 Nilai - Nilai Pendidikan Karakter
Banyak hal yang menyebabkan adanya penyimpangan
sosial ataupun maraknya kenakalan generasi. Hal ini disebabkan karena adanya
penyimpangan nilai-nilai yang seharusnya menjadi patokan seorang individu untuk
mengolah hidupnya. Oleh sebab itu pada masa ini sangat diperlukan adanya
penanaman nilai-nilai tersebut sebagai fondasi seorang individu agar kelak ia
tidak akan menyimpang dari norma-norma yang ada.
Dalam penerapan nilai ini peran pendidik sangat
penting guna menempa peserta didiknya hingga akan didapatkan hasil yang
maksimal dari peserta didik tersebut.
Adapun
nilai dari pendidikan karakter yang dapat dikembangkan
dan diintegrasikan
sebagai
pembelajaran antara lain :
1. Kereligiusan,
yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang
diupayakan
selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran
agamanya.
2. Kejujuran,
yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan,
baik terhadap diri dan pihak lain.
3. Kecerdasan,
yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas
secara
cermat, tepat, dan cepat.
4. Ketangguhan,
yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah
putus
asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan
atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam
mencapai
tujuan.
5. Kedemokratisan,
yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
6. Kepedulian,
yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan
memperbaiki
penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) disekitar dirinya
7. Kemandirian,
yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan
sesuatu
secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil
baru
dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
9. Keberanian
mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang
mungkin
timbul dari tindakan nyata.
10. Berorientasi
pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan gagasan
menjadi
tindakan nyata.
11. Berjiwa
kepemimpinan, yakni kemampuan mengarahkan dan mengajak
individu
atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asasasas
kepemimpinan
berbasis budaya bangsa.
12. Kerja
keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam
mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/pekerjaan)
dengan sebaik-baiknya.
13. Tanggung
jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas
dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan
YME.
14. Gaya
hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang
baik
dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan
buruk
yang dapat mengganggu kesehatan.
15. Kedisiplinan,
yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
16. Percaya
diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan
tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
17. Keingintahuan,
yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat,
dan
didengar.
18. Cinta
ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
19. Kesadaran
akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu
dan
mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan
orang
lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
20. Kepatuhan
terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat
terhadap
aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan
umum.
21. Menghargai
karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang
mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat,
dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
22. Kesantunan,
yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
maupun
tata perilakunya ke semua orang.
23. Nasionalisme,
yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
24. Menghargai
keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap
berbagai
macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan
agama
.
Dari
semua nilai yang ada, pendidik dapat memilih beberapa nilai yang dianggap
paling vital atau paling penting sesuai dengan kebutuhan dari peserta didiknya.
Sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan maksimal.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu :
Pendidikan
karakter sangat diperlukan oleh para generasi muda masa kini, hal ini
dikarenakan telah terjadi banyak penyimpangan norma yang disebabkan karena
adanya kecenderungan untuk lebih mengikuti gayan hidup kaum barat yang
notabennya tidak sesuai dengan adab atau norma yang ada di negara kita ini yang
mayoritas penduduknya beragama islam.
Dalam
pendidikan karakter juga terdapat banyak nilai-nilai yang dapat kita jadikan
sebagai indikator keberhasilan dari pendidikan karakter yang telah dilakukan
sehingga pembelajaran yang dilakukan akan berlangsung lebih maksimal.
3.2 Saran
Pendidikan
karakter lebih baik diterapkan semenjak dini, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyimpangan atau pelanggaran
norma di masa kedepannya. Agar tercipta generasi yang unggul intelektualitas
dan anggun moralitasnya.
Semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat untuk banyak orang, khususnya bagi pembaca..
Amiiiin....
DAFTAR PUSTAKA